
SEMARANG | (05/07/2025) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (BEM FEB) Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) sukses menyelenggarakan seminar bertajuk Retorika dan Advokasi (Retrovokasi) dengan mengangkat tema “Aksi dan Reaksi: Tinjauan Keamanan, Hukum, dan Akademik atas Gerakan Mahasiswa”.
Seminar Retrovokasi turut menghadirkan narasumber dari kalangan akademisi, praktisi hukum, dan aparat keamanan, guna memperkaya diskusi dengan pandangan yang berimbang dan konstruktif. Forum ini diharapkan mampu menjadi medium pembelajaran dan advokasi yang mendorong lahirnya gerakan mahasiswa yang cerdas, terstruktur, dan berorientasi pada perubahan sosial yang positif.



Seminar yang berlangsung di Aula Lantai 8 Gedung Kuliah Bersama II Unimus ini dihadiri oleh ratusan mahasiswa serta menghadirkan tokoh-tokoh penting dari kalangan akademisi, aparat keamanan, legislatif, dan pemerintah daerah. Turut hadir sebagai keynote speaker, Wakil Wali Kota Semarang Iswar Aminuddin, serta narasumber seperti Dr. Teguh Yuwono, M.Pol.Admin (Dekan FISIP Undip), Dr. Aris Septiono, SH.,MH.,LL.M. (LBH Unimus), AKP Tri Harjianto (Kanit Pidum Polrestabes Semarang), dan H.M. Dipa Yustia Pasa, SH., M.Kn. (Anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah).
Acara secara resmi dibuka oleh Wakil Rektor II Unimus, Dr. Hardiwinoto, M.Si., dalam sambutannya menyampaikan apresiasi terhadap seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam terselenggaranya kegiatan ini. Ia menekankan pentingnya menciptakan ruang diskusi yang sehat dan konstruktif, terutama di tengah dinamika hubungan antara mahasiswa dan aparat keamanan yang kerap kali menjadi sorotan publik dalam konteks demonstrasi.
“Mahasiswa memiliki peran penting sebagai agen perubahan. Namun, dalam menyuarakan aspirasi, perlu pemahaman mendalam terhadap aspek hukum dan keamanan, agar gerakan yang dilakukan tetap berada dalam koridor demokrasi yang sehat,” tegas Dr. Hardiwinoto.



Sementara itu, Wakil Wali Kota Semarang, Iswar Aminuddin, dalam sambutannya menyebut forum ini sebagai langkah strategis dalam membangun semangat kebersamaan di era demokrasi. Ia menyampaikan bahwa tema yang diangkat sangat aktual dan berani.
Ia juga menegaskan bahwa mahasiswa memiliki tanggung jawab intelektual untuk menggunakan retorika sebagai senjata damai dalam menyuarakan aspirasi. Sementara advokasi, menurutnya, adalah cara membangun sistem yang lebih adil dan partisipatif.
Kegiatan ini menjadi ruang dialog strategis yang mempertemukan berbagai perspektif, khususnya dalam merespons dinamika gerakan mahasiswa di era demokrasi saat ini. Melalui seminar ini, peserta diajak untuk menelaah peran mahasiswa secara lebih kritis dalam menyuarakan aspirasi, serta memahami batas-batas hukum dan konsekuensi sosial dari setiap aksi yang dilakukan.